Jumat, 05 November 2010

Abah Sang Revolusioner

Setiap saat selalu terpikir dalam benakku bahwa cari uang itu sulit. Berapa banyak harta yang telah aku habiskan dari dompet Abah ?, tak terhitung mungkin.Mulai dari biaya susu, baju, dan perlengkapan bayi pertama sampai uang SPP, uang jajan, uang bensin entah masih banyak uang-uang yang lainya.Sudah bisa diprediksi banyak hutangku pada Abah sudah melebihi inflasi di tahun 66.

Bah....Bah...maafkan anakmu ini Bah. Semua biaya persalinan ibu engkau tanggung. Padahal ibu tahu bahwa hasil pendapatan hari ini belum begitu beruntung. Terkucur penuh peluh di badan, dan itu semua karena tuntutan zaman. Yang engkau pikirkan hanya anak sulungmu yang harus engkau selamatkan. Aku tidak akan lupa jasa-jasa mu Abah dan Ibu. terukir selalu namamu di dalam hatiku. Ku janji kelak nanti aku akan memberangkatkan kalian berdua ke tanah suci Mekah, agar tuntas rukun islam yang kelima.

Sudah banyak uang yang kuambil dari dompet mu bah. tak terhitung berapa nominalnya, sering ku ambil selembaran 50.000, terkadang 100 ribu pun ku ambil tanpa sepengetahuanmu. Malu rasanya kalu sampai engkau tahu. Sekali lagi maafkan anakmu. Banyak sudah bibir ini berkata dusta tak berhenti-henti. Sementara lidah ini senang tiasa berjanji tapi selalu ku ingkari. Satu impianku untuk menebus semua kesalahanku, aku ingin memberangkatkan kalian naik haji.

Sekarang umurmu sudah renta layaknya Soekarno di tahun 65, yang sudah tidak bisa leluasa memimpin bangsanya. Mendidik anak-anakmu sebagai anak yang sholeh dan sholehah menjadi cita-cita mu yang pertama, yang kelak akan mendoakanmu menuju Syurga. Kau yang mempelopori Revolusi di keluarga kami. Di keadaan krisis pun engkau sudah sering menerima asinnya garam dan pahitnya kopi kehidupan. Tak dapat kupngkiri bahwa kau adalah seorang pahlawan revolusi sejati. Akan kuceritakan kepahlawanan mu ke anak cucuku nanti... Nuhun Bah.